Meeting point Stasiun Kota pagi itu, membuatku menemui orang-orang "lama" yang pernah melakukan trip bersama sebelumnya, bersama 19 orang lainnya yang semuanya adalah Para Wanita...gilaaa wanita-wanita hebat ku pikir karena sebelum memutuskan untuk menuju ke Baduy Dalam saya sudah sempat browsing informasi mengenai seberapa jauh dan seberapa "parah" perjalanan menuju kesana, jika dibandingkan dengan pengalaman saya yang tidak pernah mendaki dengan jangka waktu yang cukup lama di tambah dengan tubuh yang "cukup" berbobot membuatku semakin khawatir tidak bisa melewati perjalanan ini dengan baik dengan persiapan secukupnya dan ritual untuk membantu agar tidak mudah kram ku olesi kaki dengan Counterpain dan minyak zaitun di telapak kaki (ini sih cuma bersugesti aja mudah-mudahan membantu padahal sebenarnya mungkin tidak ada hubungannya) serta ngedoping Mefinal, hehehe..
Dari Stasiun Kota kami menuju Stasiun Rangkas Bitung jam 07.05am tapi karena sesuatu dan lain hal yang cukup membingungkan akhirnya kami mengikuti kereta yang ke Rangkas jam 07.50am, menunggu cukup lama rupanya tapi tentu selalu narsis dimanapun berada. Kurang lebih 4 jam, sampai ke Rangkas dan perjalanan di lanjutkan menggunakan Elf menuju Desa Ciboleger ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam, yang kata guidenya dari desa itu masih 12km lagi sampai ke Perkampungan Baduy Dalam. Karena sudah memasuki waktu sholat dan makan siang, kami singgah sebentar ke rumah Amang (Paman)nya si Guide untuk mengisi amunisi jasmani dan rohani tentunya serta mengurangi barang-barang yang tidak diperlukan setidaknya untuk meringankan beban backpack yang dibawa. Oya makan siang kali ini sungguh sangat nikmat dan enaaaakkkk bangeeetttt, makanku banyak banget, hehe..apa karena cara makannya ya rame-rame dengan berpiringkan daun pisang yang dibentangkan sepanjang lantai teras sehingga memuat 19 orang, dengan lauk ikan asin, tempe dan tahu goreng dan rebusan daun singkong, pokoknya mantaaapp bangettt!!...
Jam 02.00pm Berdoa dulu yuk sebelum perjalanan dilanjutkan menuju titik awal jalan menuju Baduy Dalam yaitu Ciboleger, katanya sih warming up dengan menyusuri sawah naik bukit yang sudah membuat nafasku memburu terengah-engah, Oh God ini masih permulaan..mulai tambah khawatir..masih 4 jam lagi dengan track seperti ini bahkan mungkin lebih parah, yah aku berestimasi.
Sampai ke Ciboleger, beli minuman dan coklat sebagai sumber makanan manis yang bisa menambah energi, kita mulai perjalanan ini sekitar pukul 02.30pm, mendaki lagi...mulai berasa ni kaki kram, jalan terus pelan-pelan selangkah demi selangkah dengan bantuan tongkat mengatur nafas agar tidak terlalu ter engah-engah. bener ni tracknya naik-naik terus, sampai akhirnya
ada info kalau salah satu dari tim ini berkurang satu karena kram yang dialaminya, yah sayang sekali...
Sepanjang perjalanan, kami sering menemui orang-orang Baduy luar yang turun ke bawah mungkin ke Ciboleger dengan tidak menggunakan sandal, namun ada juga Ibu-ibu menggunakan topi lebar berbaju biru yang sudah menggunakan sandal, entahlah mereka masuk dalam kelompok Baduy atau bukan, tapi dari kelihatannya saya menyimpulkan mereka adalah orang Baduy Luar.
Beberapa orang yang kami temui menanyakan tujuan perjalanan kami, dan mereka menyebutkan Baduy Dalam dengan Cibeo, mungkin itu nama desanya kali..saya juga tidak sempat menanyakan hal itu.
Semakin sore dan gelap membuat kami harus berjalan dalam satu barisan dengan jarak yang tidak berpencar-pencar seperi tadi siang, dengan bantuan bantuan senter karena suasana dalam hutan yang sungguh sangat gelap bahkan cahaya bulan pun tidak begitu membantu menerangi jalanan. Alhamdulillah setelah 4 jam 30 menit kami sampai di perbatasan jembatan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam kami berhenti sebentar untuk mendengar pengarahan si guide agar menaati adat suku ini, mematikan gadget dan tidak boleh mengambil foto.
Setelah memasuki perkampungan, ternyata banyak juga para petualang seperti kami yang sudah sampai duluan dan sedang di jamu oleh penduduk, suasana kampung yang gelap dan hanya di bantu oleh sedikit penerangan dari lampu pelita, membuat kami harus tetap menggunakan senter.
Rumah suku ini hampir sama rumah panggung menggunakan bambu, berhadap-hadapan dengan jalan setapak berbatu membelah, sesampainya di rumah Ki Asmin tempat dimana kami bermalam aku langsung merebahkan tubuh di lantai bambu beralas tikar pandan, sedangkan teman-teman yang lain asyik berbincang dengan si empunya rumah mengenai banyak hal tentang suku ini...
Karena belum menunaikan sholat magrib dan isya, harus bersih-bersih di sungai dong tentunya tidak ada kamar mandi....
Orang Baduy Dalam menganut agama SundaWiwitan, namun mereka "mempersilahkan" kami untuk bisa beribadah di rumah mereka, selama itu tidak mengusik ketenanangan mereka dan melanggar adat istiadat mereka, orang luar tetap diizinkan masuk ke perkampungan mereka.
Kondisi tubuh yang sudah lelah membuat kami harus segera beristirahat, namun mata ku masih belum bisa terpejam berkali-kali membaca doa tidur, ayat kursi dan 3 surat terakhir tetap saja belum bisa tertidur sampai akhirnya terlelap.
Keesokan paginya 17 Juni 2012, setelah sholat subuh kami berjalan-jalan sebentar mengitari perkampungan ini, bertemu dengan Jaro dan berbicang sebentar, ketua adat kampung ini di sebut dengan Pu'un yang katanya dipilih berdasarkan musyawarah kampung....wih
Perbincangan dengan orang baduy pun menggunakan bahasa Indonesia lho, jadi jangan khawatir jika ingin mengobrol, padahal bahasa yang mereka pergunakan adalah bahasa sunda. Pakaian mereka harus di jahit tangan sendiri oleh orang Baduy Dalam, jadi hanya membeli bahan kain dari Baduy Luar dan warnanya hanya boleh berwarna hitam dan putih. Mereka juga diharamkan untuk mengkonsumsi daging kambing, dilarang menggunakan bahan-bahan proses kimia seperti sabun mandi, deterjen dan pasta gigi, tidak boleh menggunakan sandal dan alat transportasi sehingga sejauh apapun perjalanan hanya boleh dilakukan dengan berjalan kaki.
Kenapa itu semua harus dijalankan, jangan tanya "Kenapa" dan berharap jawaban yang pas, karena pasti jawabannya adalah Adat..yah begitu taatnya mereka kepada Adat dan masih menjaganya di zaman modern ini, aih!!
Tidak berlama-lama, kami harus kembali pulang karena mengejar kereta ke Jakarta jam 4.00 pm..pukul 8 a.m. kami berpamitan dan melanjutkan perjalanan naik turun mendaki menurun, tapi anggota kami bertambah ditemani 3 orang Baduy Dalam yaitu Ki Asmi dan 2 anaknya Kang Jali dan Dek Sarit si kecil berusia 12 tahun yang sudah jago berjalan kaki jarak jauh tanpa ngos-ngosan seperti kami si Ibu-Ibu ini...hehehe....
Alhamdulillah, setelah kurang lebih 4 jam 30 lagiii kami sampai ke desa Ciboleger...Kembali ke Jakarta dengan kelelahan, pegel, nyeri yang masih terasa sampai hari ini, Senin 18 Juni 2012.
*Unegs selama pendakian:
"Surga" bagiku adalah ketika menemui jalan datar....#ketika capek mendaki
Terimakasih Buat Abadi Dwipa S, eva Novianty dan Eris Praghina yang mengizinkan fotonya untuk dipublish di blog ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar