Selasa, 15 November 2016

Pulau Tunda: Listrik dan Sinyal Yang Tertunda

Perjalanan 14-16 Oktober 2016

Malam semakin larut ketika Bis Jakarta Serang membawa kami ke tujuan akhir pekan kali ini, ke sebuah pulau yang tidak jauh dari Jakarta, yang katanya masih masuk gugusan Kepulauan Seribu. Dini hari kami sampai di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang, lokasinya persis berada setelah keluar dari Tol Serang Timur, dari sini kami mencharter angkot menuju ke dermaga Karang Antu untuk sekedar menanti matahari pagi sebelum berangkat ke Pulau Tunda.

Pilihan ke Pulau Tunda ini bukan tanpa alasan, selain melaksanakan syukuran Photopacker (teman jalan-tour and travel) yang sedang berulang tahun ke-5, alasan utamanya karena di Pulau ini terdapat taman bacaan masyarakat yang masih kekurangan buku-buku sehingga tujuan kami kesana untuk menambah koleksi buku bacaan mereka, serta berbagi kebahagiaan tentunya dalam perayaan syukuran Photopacker yang ke-5.



Bonus dalam perjalanan ini tentunya adalah snorkeling dan pengalaman bertemu teman baru, nambah lagi teman dan ngerasain pengalaman bermalam di tempat dengan keadaan terbatas. Pulau ini memang tidak jauh dari Jakarta, tapi fasilitas umumnya berupa listrik yang layak masih belum di dapatkan oleh masyarakat yang berada di sini, pada malam hari kira-kira pada pukul 23.00 lampu akan serentak padam kecuali hanya pada rumah-rumah yang memiliki genset.

Walaupun, warga disini sedikit terbantukan dengan listrik tenaga surya, yang lagi-lagi hanya bertahan beberapa jam di malam hari. Lampu akan padam kurang lebih jam 22.00 sampai dengan pukul 18.00, nah karena jadwal pemadaman yang cukup lama ini menjadi kendala ketika menampung air (kebutuhan MCK) menggunakan dinamo, harus bergantian dengan alat elektronik lainnya karena daya listrik yang sepertinya juga berada pada daya minimal.

Menurut Wikipedia kurang lebih ada 3000 penduduk yang mendiami pulau ini, menurut saya pada umumnya merupakan warga keturunan Buton/Sulawesi dan Jawa, para pendatang ini sudah lama menetap dan beranak pinak disini. Syukurlah, di pulau seluas 300 hektare ini memiliki sekolah untuk level sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sedangkan untuk level menengah atas harus ke luar pulau misalnya seperti di Karang Antu (seperti penuturan Ibu penjual jajanan dekat pintu masuk pulau). Sehingga, dapat saya simpulkan, para pelajar ini mungkin akan pulang seminggu sekali atau lebih ke Pulau Tunda/rumah mengingat perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 2 jam jika sekolahnya berada di sekitaran Karang Antu.

Selain listrik, kendala lainnya adalah sinyal telekomunikasi. Bahkan Telkomsel yang biasanya merambah sampai daerah-daerah terpencil disini hanyalah tanda silang yang ada di pojok kanan, sedangkan untuk Indosat, kebetulan bertemu dengan teknisi mereka yang baru saja mengecek tower yang sedang bermasalah alhasil tak ada juga sinyalnya, lagi-lagi kata Ibu Penjual yang kenceng disini sinyal XL sayang teman saya pengguna XL pun tak merasakannya. Yang menarik, sepertinya orang-orang disini tidak terlalu peduli dengan sinyal internet seperti saya, mereka menikmati kesehariannya dengan beternak kambing, ayam ataupun menjadi nelayan.

Dari keisengan ngobrol dengan Ibu Penjual, kami mendapatkan cerita tentang sepasang bule yang mendapat penolakan dari warga karena melakukan hal-hal yang di anggap taboo dalam tatanan ketimuran, yah bisa di bilang cukup religius warga disini, setiap ba'da magrib anak-anak sekolahan harus berada di masjid untuk belajar Al Quran bersama nah setelah Isya baru deh anak-anak punya waktu bebas dan meluangkan waktu bersama kami dalam merayakan perayaan Photopacker yang ke-5.


Tim lengkap ke Pulau Tunda
Untuk potensi wisata Pulau Tunda sendiri adalah spot foto di jembatan papan yang menjorok ke laut dan tentunya keindahan bawah lautnya yang bisa di nikmati dengan snorkeling, walaupun agak sedikit terganggu dengan sampah plastik di perairan, so Jangan Buang Sampahmu ke Laut ya! Laut bukan Tempat Sampah!!!

Selain ke Pulau Tunda ada Pulau Tiga yang tidak jauh dari Pulau Tunda, nah si Pulau Tiga ini sudah dikomersilkan untuk tujuan wisata, disini banyak spot menarik buat foto-foto, sayang pas sampai sana lagi siang bolong jadi panasnya itu loh..Masya Allah...Tiket masuk perorang disini adalah 12rb apa ya, tapi kelihatannya pulau ini tidak banyak di singgahi di lihat dari keadaan meja yang sudah berdebu tak terawat begitu pula dengan satu-satunya kedai disitu, belum lagi toiletnya yang tak bersih.


Pulau 3 menutup perjalanan kami di hari itu menuju ke Karang Antu, terusan air laut berwarna coklat hingga pekat kehitaman di hiasi sampah-sampah yang mengambang, belum lagi limbah solar dari kapal yang merusak ekosistem di sini. Sungguh miris sekali.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar