Selasa, 23 Desember 2014

Mengenang Mama

Wedding Dress, sebuah film korea yang dibintangi oleh artis yang saya sendiri tidak tahu siapa, mungkin ya saya memang tidak cukup tahun tentang artis-artis korea kecuali beberapa. Tapi disini saya tidak akan bercerita tentang bagaimana jalan ceritanya tapi saya akan bercerita tentang Mama saya, ya Mama saya..kenapa begitu, humm karena film tersebut telah membuat saya ingat akan seberapa besar berharganya seorang Mama buat saya, merasa anak yang belum cukup berbakti padanya. :(

Mama saya bernama Asma Abdullah yah itu nama sekolahnya, nama aslinya adalah Aisyah Umar Demang Tei Maro humm kenapa bisa berganti nama menjadi itu, karena di kampungnya dulu terlalu banyak perempuan yang bernama Aisyah sehingga untuk memudahkan gurunya sehingga dimunculkan nama baru itu, kurang lebih seperti begitulah ceritanya untuk detailnya mungkin hanya beliau yang tahu.

Mama saya berasal dari keluarga yang ketika itu termasuk keluarga yang berkecukupan, yah karena standar berkecukupan adalah dapat bersekolah memang mama saya hanya lulusan PGAN 6 tahun (kayak sekolah guru gitu deh) namun kakak tertua dan adik bungsunya mampu melanjutkan sekolah hingga ke jenjang universitas di Malang-Jawa Timur (keluarga mama asli kampung Lewalu-Ampera-Alor-Kalabahi Nusa Tenggara Timur), itu jarak yang cukup jauh dan mahal namun Ba'i Demang (kakek/ayah mama) mampu menyekolahkan mereka.

Keluarga mama memang cukup dihormati, tapi sebagai anak perempuan, secara adat anak perempuan ketika menikah dia akan mengikuti keluarga laki-laki atau patrilinear. Sehingga secara tidak langsung mama menjadi lebih cenderung ke keluarga ayah. Oya, Ayah saya sebenarnya adalah tetangga mama, ayah datang dari keluarga yang tidak berkecukupan jika dibanding mama dan cinta menyatukan mereka. Rasa hormat mama kepada mertuanya sudah saya saksikan sendiri, ketika kami sedang berkunjung ke Alor ketika lebaran, mama lebih memilih kami untuk menginap di rumah Ba'i Moka (orang tua ayah saya) dan hanya sesekali baru berkunjung kerumahnya sendiri.

Pengorbanan mama luar biasa, memilih seorang pria biasa dan bertahan dengan segala kekurangan dan akhirnya memutuskan untuk merantau demi kehidupan yang lebih layak. Mama menikah pada tahun 1982 di usia yang sebenarnya juga tidak muda lagi dengan ayah yang berusia lebih muda beberapa tahun dengannya. Kemudian merantau ke Atambua (Nusa Tenggara Timur) setahun setelah pernikahan mereka, kami semua di lahirkan di Atambua tumbuh besar sampai SMA disana.

Mama, memang tidak banyak bicara ketika ada permasalahan dengan ayah, mama hanya bisa menangis. Ayah yang cukup temperamen dan boros bertemu dengan mama yang pendiam dan "nrimo" namun bisa jadi manajer keuangan yang baik, sungguh sangat kontras.

Kalau mau dibilang hubungan saya dengan mama tidak dapat saya jelaskan secara jelas, Mama adalah guru agama Islam di SD, tetapi perlakuan beliau ke saya yang menjadi muridnya juga ketika itu sama saja seperti murid lainnya tidak ada pembedaan dan pengecualian, beliau profesional dalam bidangnya kalau saya mau memuji.

Kontinuitas pertemuan pun menurut saya tidak terlalu banyak, ah entahlah sepertinya sebagian memoriku tentangnya hilang.. :( atau mungkin saya terlalu asyik bermain di luar dan tidak memperdulikan, so selfish :(...Hingga SMP, semakin jarang mama pindah mengikuti ayah ke Betun (Melaka Tengah) kurang lebih perjalanan 2-3 jam dan hanya menjenguk kami ketika hari minggu, setiap kali beliau ke Atambua pasti akan membawakan sambel hijau untukku :'( T_T, memang mama tidak pernah lupa. Cukup lama mereka di Betun hingga saya kuliah bahkan, dan alasan ayah pindah ke Atambua lagi karena Mama passed away.

Mama memang menderita sakit, kanker payudara, yang sudah di vonis dokter tahun 2002 dan agar segera di operasi, tetapi niat mama untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga ke universitas lebih besar selain itu karena uang yang ada pun sangat terbatas sehingga memilih pengobatan alternatif saja, kami semua memang kuliah di Malang, bukan tanpa pengorbanan. Darah, uang, waktu semuanya.

Ketika mama sakit, dimana saya, di Malang, ketika mama tersiksa kesakitan dimana saya di Malang, ketika mama terbaring lemah dimana saya di Malang, ketika mama menghembuskan nafas terkahir dimana saya, di Malang. Pertemuan terakhir adalah 1 tahun sebelum hari perginya, beliau merintih kesakitan hanya itu saja kesempatanku tidur bersamanya dan beliau mengeluh kesakitan dan minta di elus-elus dadanya dan dibacakan Al Fatihah biar tidak terlalu kesakitan. Dan ternyata itu merupakan elusan terakhir.

Sehingga ketika saya lulus menjadi diploma dan sarjana even sampai mendapatkan pekerjaan itu pun semua karena pengorbanan beliau.

Betapa berhutang budi nya saya padamu dan tidak akan mampu untuk menebus semuanya yang telah engkau berikan, yah saya tahu mama tidak mengharapkan hal itu.

Tapi yang saya bisa sekarang adalah terus dan terus dan terus mendoakannya agar kita dapat berjumpa kembali di JannahMU ya Allah.

Alfatihah...
Alhamdulillahirobbil'alamin arrahma nirrohim maalikiyauwmiddin iyyakana'budu wa iyyakanasta'in ihdinashiroothol mustaqiim shirootolladziina an'am ta 'alaihim ghairil maghdhu bi'alaihim waladhoolliin.

Amiin...


My Lovely Ayah and Mama :*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar